Saya punya banyak teman, sahabat tidak banyak. Sahabat berasal dari berbagai macam orang dan tentunya beragam juga pemahamannya. Sahabat saya yang utama adalah teman-teman SMP saya, mereka adalah: Amril, Riza, Oki, Dullah dan Lukman, kadang-kadang ada Zul ataupun Wandi dalam gang kami ini. Dahulu kami sangat dekat dan kental sekali pertemanannya. Tapi seiring berjalannya waktu dan kedewasaan kami menjadi jarang bertemu. Saya mengatakannya sebagai konsekuensi kedewasaan, so aling-aling kita ketemu haya setahun sekali saat hari raya. Mereka semua sudah menikah kecuali Oki. Maka tak heran jika saya dan Oki yang merasa sama-sama jomblo menjadi dekat. Ya... karena perasaan senasib mungkin. Walaupun saya dan Oki dekat tapi kami jarang bersama, paling-paling cuma akhir pekan saja kami bertemu.
Tapi disaat hari kerja dan hari-hari biasanya saya selalu sendiri. Berangkat kantor sendiri, pulang kantor juga, belanja (shoping) sendirian, ke toko buku sendirian, kalau pun mau hang out sepulang kantor pun sendiri. Tapi saya menikmati kesendirian saya, maka beragam perangkat untuk menghibur diri saya siapkan dari mp3 player yang menemani disaat sepi, permen karet yang siap dikunyah kapanpun, game di hape yang memecah kebete-an serta beragam equipment lainnya seperti laptop dan perangkatnya, mau bagaimana lagi... inilah resikonya jadi jomblo. Namun kesepian itu sama sekali tidak mempengaruhi produktivitas saya.
Tapi pernah selama beberapa waktu saya memiliki teman yang menemani untuk hang out, jalan-jalan, belanja, beli dvd bajakan, makan malam dan beragam aktivitas menyenangkan lainnya. Entah apa yang membuat kita menjadi dekat, mungkin karena sama-sama merasa kesepian, atau berusaha menyesuaikan diri dengan gaya hidup Jakarta yang konsumtif dan “aneh” ini. Saya menjalani persahabatan ini dengan baik, sebagai teman – hanya teman. Kalaupun kita dekat tapi sekali lagi ditegaskan bahwa kami hanya teman, tidak lebih. Saya pun tidak mau melibatkan perasaan yang lebih kompleks untuk hal yang satu ini, prinsipnya: saya senang kamu pun senang - tidak lebih.
Saat ini saya kembali dengan kesendirian saya, tidak ada lagi sahabat yang kemarin-kemarin menemani saya untuk jalan-jalan, makan malam dan aktivitas lainnya. Sahabat yang menemani saya disaat kesendiarian telah memilih jalannya sendiri. Sejujurnya saya merasa kehilangan, karena jujur harus diakui bahwa ada teman lebih baik dan menyenangkan dibandingkan sendiri. Tapi mau bagaimana lagi? Sahabat saya yang satu ini sekarang lebih memilih untuk juga kembali kepada kesendiriannya. Ini pilihannya dan saya harus menghormatinya. Maka kembalilah saya dengan gaya hidup saya yang dulu, ke kantor, pulang kantor, belanja, hang out, nonton dan lainnya sendiri. Memang kesendirian tidak terlalu menyenangkan tapi tetap harus dicoba untuk dinikmati... Bukankah begitu?
Tapi disaat hari kerja dan hari-hari biasanya saya selalu sendiri. Berangkat kantor sendiri, pulang kantor juga, belanja (shoping) sendirian, ke toko buku sendirian, kalau pun mau hang out sepulang kantor pun sendiri. Tapi saya menikmati kesendirian saya, maka beragam perangkat untuk menghibur diri saya siapkan dari mp3 player yang menemani disaat sepi, permen karet yang siap dikunyah kapanpun, game di hape yang memecah kebete-an serta beragam equipment lainnya seperti laptop dan perangkatnya, mau bagaimana lagi... inilah resikonya jadi jomblo. Namun kesepian itu sama sekali tidak mempengaruhi produktivitas saya.
Tapi pernah selama beberapa waktu saya memiliki teman yang menemani untuk hang out, jalan-jalan, belanja, beli dvd bajakan, makan malam dan beragam aktivitas menyenangkan lainnya. Entah apa yang membuat kita menjadi dekat, mungkin karena sama-sama merasa kesepian, atau berusaha menyesuaikan diri dengan gaya hidup Jakarta yang konsumtif dan “aneh” ini. Saya menjalani persahabatan ini dengan baik, sebagai teman – hanya teman. Kalaupun kita dekat tapi sekali lagi ditegaskan bahwa kami hanya teman, tidak lebih. Saya pun tidak mau melibatkan perasaan yang lebih kompleks untuk hal yang satu ini, prinsipnya: saya senang kamu pun senang - tidak lebih.
Saat ini saya kembali dengan kesendirian saya, tidak ada lagi sahabat yang kemarin-kemarin menemani saya untuk jalan-jalan, makan malam dan aktivitas lainnya. Sahabat yang menemani saya disaat kesendiarian telah memilih jalannya sendiri. Sejujurnya saya merasa kehilangan, karena jujur harus diakui bahwa ada teman lebih baik dan menyenangkan dibandingkan sendiri. Tapi mau bagaimana lagi? Sahabat saya yang satu ini sekarang lebih memilih untuk juga kembali kepada kesendiriannya. Ini pilihannya dan saya harus menghormatinya. Maka kembalilah saya dengan gaya hidup saya yang dulu, ke kantor, pulang kantor, belanja, hang out, nonton dan lainnya sendiri. Memang kesendirian tidak terlalu menyenangkan tapi tetap harus dicoba untuk dinikmati... Bukankah begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar