Rabu, 26 Maret 2008

Selamat Jalan Sahabat...


Pagi tadi kami sekeluarga terbangun dengan tidak seperti biasanya. Ada gempa? Nggak kok… Ada badai? Nggak juga… Atau banjir mendadak? Kayaknya lagi gak musim banjir sekarang… So, ada apa? Sebuah pengumuman melalui speaker masjid dekat rumah mengumumkan sebuah berita duka yang mengumumkan bahwa sahabat kecil saya meninggal pagi ini. Kontan kami sekeluarga yang ruhnya belum kumpul semua karena masih ngantuk langsung bangun. Sugeng Mujiadi namanya, ia sakit selama beberapa hari hingga malaikat menjemputnya.

Sedikit mengenang tentang sahabat yang satu ini, dia teman kecil saya ketika kami masih SD dan SMP, kita ngaji bareng, main bersama, mengalami cinta monyet bersama, bahkan yang tidak saya lupakan adalah ia menginap di ruah saya pada malam hari dimana saya akan disunat (khitan) pagi harinya, begitu pun sebaliknya saya menginap di rumahnya ketika ia akan disunat pagi harinya. Sebagaimana kebanyakan anak kampung ketika itu masa kecil kami sebagai anak kampung kumuh Jakarta diisi dengan bermain layang-layang di atas genteng atau lapangan Pertamina, mencari keong sawah di tanah merah lahan Pertamina yang terbengkalai,bermain bola, berenang di empang, memancing, mencuri mangga, berkelahi dengan anak-anak di gang sebelah, bertengkar dan banyak lainnya.

Namun seiring perjalanan waktu maka persahabatan kami kian merenggang, jalan yang kami pilih berbeda. Waktu kami menginjak usia SMA kami memilih jalan yang berbeda, ia masuk STM dan saya masuk SMA. Kultur dan pergaulan yang berbeda antara SMA dan STM membuat kami akhirnya memilih karakter dan cara yang berbeda juga. Ia menjadi seorang anak yang suka tawuran, merokok, jadi anak band dan yang membuat saya sempat kaget adalah ia pernah terjebak narkoba dan seks. Tapi kami masih saling menghargai perbedaan kami dengan saling menyapa dan tidak usil dengan urusan kami masing-masing, kampiun masih saling berbincang dan berbagi cerita bila ada kesempatan.

Kini sosok itu terbujur di depan saya, sudah kaku, tiada lagi tawa dan canda cerianya. Tiada lagi banyolan khasnya dan keluh kesahnya saat bercerita dulu atau perdebatan kecil kami yang selalu mewarnai perjumpaan. Selamat jalan sahabat, semoga Allah menerimamu dan kita akan bertemu lagi nanti di alam yang lain.

Senin, 24 Maret 2008

Interlude


Di manakah semesta saat aku menatapmu?

hanya hujan yang menampar-nampar muka

tak ada tempat berpijak selain gemuruh

langit menjelma kaca kita yang retaklara cuaca


Namun kau harus pelangi, seperti katamu

muncul sewaktu-waktu

dan menyisakan warna birunya selalu

dalam kamus sunyiku

Selasa, 18 Maret 2008

Belajar Mencintai...


Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai,
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat,
Itulah kesempatan.

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik,
Itu bukan pilihan, itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan,
Itupun adalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut,
Bahkan dengan segala kekurangannya,
Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi,
Itu adalah pilihan.

Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain
Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu
Dan tetap memilih untuk mencintainya,
Itulah pilihan.

Perasaan cinta, simpatik, tertarik,
Datang bagai kesempatan pada kita.
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.

Berbicara tentang pasangan jiwa,
Ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
"Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil"

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada.
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang
Yang diciptakan hanya untukmu.

Tetapi tetap berpulang padamu
Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin
Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...

Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita,
Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita,
Adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari
seseorang yang sempurna untuk dicintai

TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna
dengan cara yang sempurna

Diskriminasi

Pernah ngerasa terdiskriminasi gak? Diskriminasi emang pastinya gak enak, ada sesuatu yang memberlakukan kita dengan berbeda dengan manusia lainnya. Diskriminasi besar bisa dilakukan kepada suatu rezim atau pemerintahan, diskriminasi menengah bisa dilakukan dalam satuan kecil lagi dalam masyarakat seperti di tingkatan provinsi bahkan sampai pada tingkatan keluarga. Namun ada lagi diskriminasi lain yang tampaknya sangat tidak kentara yaitu diskriminasi dalam hubungan perseorangan antar individu. Diskriminasi personal ini bisa terjadi dalam hubungan kerja (kantor), pertemanan dan persahabatan, dan beberapa bentuk interaksi lagi.

Kalo belum pernah ngalamin diskriminasi dalam bentuk besar seperti di Afrika Selatan dengan politik apartheid-nya dimana orang berkulit hitam mendapat perlakuan buruk dari penguasa yang berkulit putih. Tapi kita semua pasti pernah mengalami diskriminasi sosial dari seseorang. Dan rasanya, pasti gak enak... Kalo kita ngomong dicuekin, dipandang sebelah mata, kalo kita berbuat baik selalu dianggap salah, kalo kita berbuat baik dianggap cari muka, kalo kita nawarin sesuatu ditolak, dan lain sebagainya.

Saya sekarang sedang merasakan adanya bentuk diskriminasi sosial dalam hubungan keseharian. Ada seseorang yang tadinya dekat dengan saya sekarang menjauh dari saya dan kalo kata saya dia mendiskriminasikan saya dengan teman-teman yang lain seolah saya virus berbahaya yang harus dijauhi atau najis besar yang tidak boleh disentuh. Bayangkan, kalo saya nawarin permen atau kue pasti ditolak tapi kalo orang lain yang nawarin pasti diterima. Kalo orang lain disapa dengan ramah, kalo saya cukup diberi senyum ketus sudah baik. Pertanyaan saya; kenapa dengan saya..? Ada yang salahkah dengan saya? Apakah badan saya bau? Atau mulut saya yang bau? Atau ada kata-kata atau sikat saya yang pernah menyakitinya? Allahu’alam... hanya Allah yang tahu kenapa dia memberlakukan saya seperti itu? Saya berharap hubungan kami bisa normal lagi, seperti dulu. Atau minimal kalo tidak bisa seperti dulu lagi minimal jangan memberlakukan saya berbeda dengan teman-teman lainnya, saya manusia juga yang mempunyai hati nurani dan punya kadar sensitivitas. Masalah kenyamanan dalam interaksi ini harus segera dicarikan solusinya agar tidak mengganggu produktivitas. Tapi uniknya orang yang saya maksud ini kalo diajak bicara dan saya tanyakan adakah yang salah dengan saya dia selalu bilang gak ada apa-apa, saya tambah bingung. Apa yang salah dengan saya? Atau ada yang salah dengan dia? Saya jadi bingung....

Kamis, 13 Maret 2008

Terkadang...





Terkadang kuinginkan
yang hilang kan terulang

Terkadang kumau
yang pergi tuk kembali

Terkadang kuberharap
yang duka sirna selamanya

Terkadang kubercita
dalam hampa tanpa kerja

Terkadang kusesali
yang terjadi menimpa diri

Terkadang kuramaikan suasana
dengan canda tawa penghapus lara

Terkadang kusunyikan suasana
dalam kebersamaan dengan kesendirian

Terkadang kutergoda
dan terlena dalam tipu daya

Terkadang kutancapkan cita
agar berbunga namun tak kuasa

Senin, 10 Maret 2008

Mengamati Balita


Di rumah, anggota keluarga termuda adalah adik saya yang saat ini usianya hampir 24 tahun. Jadi dapat dipastikan d rumah sudah hampir tidak terdengar suara anak-anak lagi. Tapi terkadang (bakan hampir setiap hari) sepupu saya yang tinggal dekat rumah bermain ke rumah kami.

Mereka memiliki dua orang anak, yang pertama Raihan saat ini usianya hampir 6 tahun dan yang kedua Randy usianya sekitar setahun. Yang menarik adalah kedekatan kami dengan Raihan dan Randy, hampir setiap hari mereka main ke rumah kami dan saya melihat mereka sebagai halang menyenangkan bagi orang-orang di rumah. Kakak beradik itu seperti menjadi bagian dari keluarga, Mama – Papa sangat menyayangi mereka seperti cucu mereka sendiri (walaupun saat ini statusnya hanya cucu ponakan).

Adalah sangat menyenangkan bisa melihat mereka setiap hari. Tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak pada umumnya. Setiap hari selalu ada saja ulah dan hal baru yang mereka lakukan yang membuat mereka semakin besar dan dewasa. Dari mereka yang baru saja lahir, belajar minum ASI, mulai bisa berkata-kata, mengenali wajah dan suara orang-orang di sekitarnya, belajar berjalan, mulai pergi mengaji dan aktivitas lainnya.

Saya teringat perkataan Defrizal, salah seorang sahabat saya, “Sungguh setiap hari adalah terlalu berharga untuk dilewatkan, karena melihat anakku tumbuh setiap hari adalah kebahagiaan”. Memang melihat pertumbuhan seorang anak adalah sangat menyenangkan terlebih ia adalah anak kita sendiri. Semoga setiap hari akan selalu penuh kebahagiaan bersama mereka.

Cinta yang Dipilih

Akhirnya saya tergoda dengan maraknya maillist, buletin di FS, email dari teman dan berbagai hal lainnya yang menggambarkan banyak hal tentang film Ayat-ayat Cinta (A2C). Kamis, 6 Maret 2008 akhirnya saya menyempatkan diri untuk menonton film itu.

Sebelumnya, saya ingat ketika kuliah dulu waktu novel A2C ini muncul dan menjadi polemik di banyak teman-teman saya. Saya begitu acuh – bahkan terkesan tidak suka – dengan novel ini. Alasannya sederhana, karena banyak teman-teman wanita saya yang akhirnya terbawa akan fantasi pada kesempurnaan seorang pria yang bernama Fahri, jujur waktu itu saya kesal – mungkin cemburu – dengan tokoh itu, saya merasa dibanding-bandingkan dengan tokoh rekaan yang saya pikir hampir tidak mungkin ada orang sesempurna itu. Saya dulu sempat merasa bahwa membaca novel itu adalah pekerjaan yang mubazir, tidak produktif dan buang-buang waktu.

Tapi seiring berjalannya waktu, penilaian saya akan novel mulai berubah. Pengaruh lingkungan dan beberapa sahabat membuat saya mulai menyukai membaca novel. Beberapa novel yang dikatakan best seller atau menjadi rekomendasi selalu saya sempatkan buat membacanya akhir-akhir ini, sebutlah tetralogi Laskar Pelangi, Da Vinci Code dan lainnya. Tentunya saya mencoba menjadikan membaca novel ini tetap menjadi hal yang produktif dan bermanfaat.

Kembali ke A2C, ketika sebelum menontonnya saya sempatkan berkonsultasi dulu kepada sahabat saya yang memahami novelnya, tujuannya agar saya dapat menilai film itu dengan objektif dan tidak langsung mengatakannya baik atau mencelanya bila buruk. Dan hasilnya... saya memberikan nilai B untuk film ini. Saya menilai penokohan dalam film ini kurang mendalam. Para aktor dan aktrisnya yang “nanggung” untuk sebuah cerita besar yang menampilkan tokoh multi bangsa karena saya menilai beberapa tokoh dimainkan oleh aktor atau aktris yang kurang tepat, contohnya tokoh Noura yang diceritakan sebagai gadis Mesir diperankan oleh Zaskia yang berwajah sangat Melayu dan ada beberapa tokoh lainnya yang saya anggap kurang tepat. Lalu masalah nilai yang dibawa oleh film ini juga kurang mendalam, dimana tidak bisa menggambarkan secara utuh nilai-nilai cinta dalam Islam.

Namun terlepas dari kekurangan film ini ada beberapa hal yang dapat saya petik. Minimal ada tiga nilai yang dapat diambil yakni; sabar, ikhlas dan adil. Tapi ada hal yang saya pikir harus juga menjadi pelajaran terutama bagi kaum Adam, yakni jangan mempermainkan hati wanita dan harus memberikan kepastian pada wanita, kuatirnya nanti akan muncul rekayasa seperti yang dilakukan Noura pada Fahri. Jangan sampai kita mengalaminya ya...

Jum’at pagi, 7 Maret 2008, setelah nonton A2C malamnya