Pagi tadi kami sekeluarga terbangun dengan tidak seperti biasanya. Ada gempa? Nggak kok… Ada badai? Nggak juga… Atau banjir mendadak? Kayaknya lagi gak musim banjir sekarang… So, ada apa? Sebuah pengumuman melalui speaker masjid dekat rumah mengumumkan sebuah berita duka yang mengumumkan bahwa sahabat kecil saya meninggal pagi ini. Kontan kami sekeluarga yang ruhnya belum kumpul semua karena masih ngantuk langsung bangun. Sugeng Mujiadi namanya, ia sakit selama beberapa hari hingga malaikat menjemputnya.
Sedikit mengenang tentang sahabat yang satu ini, dia teman kecil saya ketika kami masih SD dan SMP, kita ngaji bareng, main bersama, mengalami cinta monyet bersama, bahkan yang tidak saya lupakan adalah ia menginap di ruah saya pada malam hari dimana saya akan disunat (khitan) pagi harinya, begitu pun sebaliknya saya menginap di rumahnya ketika ia akan disunat pagi harinya. Sebagaimana kebanyakan anak kampung ketika itu masa kecil kami sebagai anak kampung kumuh Jakarta diisi dengan bermain layang-layang di atas genteng atau lapangan Pertamina, mencari keong sawah di tanah merah lahan Pertamina yang terbengkalai,bermain bola, berenang di empang, memancing, mencuri mangga, berkelahi dengan anak-anak di gang sebelah, bertengkar dan banyak lainnya.
Namun seiring perjalanan waktu maka persahabatan kami kian merenggang, jalan yang kami pilih berbeda. Waktu kami menginjak usia SMA kami memilih jalan yang berbeda, ia masuk STM dan saya masuk SMA. Kultur dan pergaulan yang berbeda antara SMA dan STM membuat kami akhirnya memilih karakter dan cara yang berbeda juga. Ia menjadi seorang anak yang suka tawuran, merokok, jadi anak band dan yang membuat saya sempat kaget adalah ia pernah terjebak narkoba dan seks. Tapi kami masih saling menghargai perbedaan kami dengan saling menyapa dan tidak usil dengan urusan kami masing-masing, kampiun masih saling berbincang dan berbagi cerita bila ada kesempatan.
Kini sosok itu terbujur di depan saya, sudah kaku, tiada lagi tawa dan canda cerianya. Tiada lagi banyolan khasnya dan keluh kesahnya saat bercerita dulu atau perdebatan kecil kami yang selalu mewarnai perjumpaan. Selamat jalan sahabat, semoga Allah menerimamu dan kita akan bertemu lagi nanti di alam yang lain.
Sedikit mengenang tentang sahabat yang satu ini, dia teman kecil saya ketika kami masih SD dan SMP, kita ngaji bareng, main bersama, mengalami cinta monyet bersama, bahkan yang tidak saya lupakan adalah ia menginap di ruah saya pada malam hari dimana saya akan disunat (khitan) pagi harinya, begitu pun sebaliknya saya menginap di rumahnya ketika ia akan disunat pagi harinya. Sebagaimana kebanyakan anak kampung ketika itu masa kecil kami sebagai anak kampung kumuh Jakarta diisi dengan bermain layang-layang di atas genteng atau lapangan Pertamina, mencari keong sawah di tanah merah lahan Pertamina yang terbengkalai,bermain bola, berenang di empang, memancing, mencuri mangga, berkelahi dengan anak-anak di gang sebelah, bertengkar dan banyak lainnya.
Namun seiring perjalanan waktu maka persahabatan kami kian merenggang, jalan yang kami pilih berbeda. Waktu kami menginjak usia SMA kami memilih jalan yang berbeda, ia masuk STM dan saya masuk SMA. Kultur dan pergaulan yang berbeda antara SMA dan STM membuat kami akhirnya memilih karakter dan cara yang berbeda juga. Ia menjadi seorang anak yang suka tawuran, merokok, jadi anak band dan yang membuat saya sempat kaget adalah ia pernah terjebak narkoba dan seks. Tapi kami masih saling menghargai perbedaan kami dengan saling menyapa dan tidak usil dengan urusan kami masing-masing, kampiun masih saling berbincang dan berbagi cerita bila ada kesempatan.
Kini sosok itu terbujur di depan saya, sudah kaku, tiada lagi tawa dan canda cerianya. Tiada lagi banyolan khasnya dan keluh kesahnya saat bercerita dulu atau perdebatan kecil kami yang selalu mewarnai perjumpaan. Selamat jalan sahabat, semoga Allah menerimamu dan kita akan bertemu lagi nanti di alam yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar