Kamis, 17 Desember 2009

Me and classmates






Ini foto saya dan teman-teman di kelas PKN Menpora angkatan ke-3.

Cinta tanpa Definisi


Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat.

Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang: seperti seekor harimau kenyang yang terlelap tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuasaan besar.

Seperti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. Atau meraung saat lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota, hutan-hutan. Dan seketika semua jadi abu. Semua jadi tiada. Seperti itulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kekuatan angkara murka yang mengawal dan melindungi kebaikan.

Cinta adalah kata tanpa benda, nama untuk beragam perasaan, muara bagi ribuan makna, wakil dari kekuatan tak terkira. Ia jelas, sejelas matahari. Mungkin sebab itu Eric Fromm ~dalam The Art of Loving~ tidak tertarik ~atau juga tidak sanggup~ mendefinisikannya. Atau memang cinta sendiri yang tidak perlu definisi bagi dirinya.

Tapi juga terlalu rumit untuk disederhanakan. Tidak ada definisi memang. Dalam agama, atau filsafat atau sastra atau psikologi. Tapi inilah obrolan manusia sepanjang sejarah masa. Inilah legenda yang tak pernah selesai. Maka abadilah Rabiah Al-Adawiyah, Rumi, Iqbal, Tagore atau Gibran karena puisi atau prosa cinta mereka. Abadilah legenda Romeo dan Juliet, Laela Majenun, Siti Nurbaya atau Cinderela. Abadilah Taj Mahal karena kisah cinta di balik kemegahannya.

Cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Lukisan. Bukan definisi. Ia disentuh sebagai sebuah situasi manusiawi, dengan detail-detail nuansa yang begitu rumit. Tapi dengan pengaruh yang terlalu dahsyat. Cinta merajut semua emosi manusia dalam berbagai peristiwa kehidupannya menjadi sublim: begitu agung tapi juga terlalu rumit. Perang berubah menjadi panorama kemanusiaan begitu cinta menyentuh para pelakunya. Revolusi tidak dikenang karena geloranya tapi karena cinta yang melahirkannya. Kekuasaan tampak lembut saat cinta memasuki wilayah-wilayahnya. Bahkan penderitaan akibat kekecewaan kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya: seperti Gibran yang kadang terasa menikmati Sayap-sayap Patah-nya.

Kerumitan terletak pada antagoni-antagoninya. Tapi di situ pula daya tariknya tersembunyi. Kerumitan tersebar pada detail-detail nuansa emosinya, berpadu atau berbeda. Tapi pesonanya menyebar pada kerja dan pengaruhnya yang teramat dahsyat dalam kehidupan manusia.

Seperti ketika kita menyaksikan gemuruh badai, luapan banjir atau nyala api, seperti itulah cinta bekerja dalam kehidupan kita. Semua sifat dan cara kerja udara, api dan air juga terdapat dalam sifat dan cara kerja cinta. Kuat, Dahsyat, Lembut, Tak terlihat. Penuh haru biru. Padatmakna. Sarat gairah. Dan, anagonis.

Barangkali kita memang tidak perlu definisi. Toh kita juga tidak butuh penjelasan untuk dapat merasakan terik matahari. Kita hanya perlu tahu cara kerjanya. Cara kerjanya itulah definisi: karena ~kemudian~ semua keajaiban terjawab disini. (Anis Matta)

Senin, 16 November 2009

Belajar


Belajar merupakan hal yang wajib kita lakukan, karena pada kenyataannya kita belajar setiap hari di kehidupan ini. Menuntut ilmu merupakan bagian dari belajar, maka sudah selayaknya kita sebagai manusia harus belajar atau menuntut ilmu, seperti kata pepatah ; ‘tuntutlah ilmu dari buaian sampai keliang lahat’. Manusia bisa berkembang sedemikian maju karena proses belajar dari sejak nenek moyang atau orangtua kita terdahulu, terus menerus mencari perubahan atau inovasi terbaru untuk perkembangan peradaban manusia. Menurut WS. Winkel belajar adalah :
“Suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai – sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas,”

Dengan adanya perubahan dalam pola prilaku, hal ini menandakan telah mengalami proses belajar, tentunya harus disertai dengan kesadaran pada diri sendiri bahwa kita sedang belajar. Elizabeth Hurlock berpendapat bahwa : “Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan.” )

Belajar yang efektif adalah belajar yang menggunakan seluruh alat indra sehingga mendapat hasil yang optimal. Contohnya; ketika siswa akan belajar tentang bidang studi sejarah, maka cara belajar yang efektif adalah dengan cara melihat atau mengamati pelajarannya. Mulut membaca (mengulang bacaannya), telinga mendengarkan, dan tangan menulis rangkuman dengan kata-kata sendiri atau mengerjakan latihan pelajaran pelajaran yang sedang dipelajari. Sehingga pelajaran tersebut tidak mudah lupa dan pelajaran itu juga dapat mudah dipahami dengan baik. Bukan dengan cara menghapal pelajaran yang pada akhirnya akan cepat lupa. Karena ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah jika seseorang dapat merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-kata sendiri. Karena pada kenyataannya kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Menurut Andreas Harefa yang diuraikan oleh Baban Sarbana dan Dina Diana belajar adalah :
Proses menemukan pengetahuan baru dan bersifat permanen, dan belajar dibedakan menjadi :1) belajar tentang, 2) belajar dengan:
- Belajar tentang, menyangkut pengetahuan, contoh; belajar tentang komputer adalah belajar mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan komputer, baik program, software, hardware, harga dan lain-lain.
- Belajar dengan, berhubungan dengan keterampilan, contoh; belajar dengan komputer adalah menjadikan komputer sebagai sarana belajar.

Begitu pula dengan Zainudin Arif yang menyatakan bahwa belajar adalah : “Merupakan suatu proses dari dalam yang di kontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk fungsi intelek, emosi dan fisiknya". Sedangkan menurut James Wittaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto menyatakan : “Belajar dapat di definisikan sebagai proses dimana tingkah laku di timbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.”

Perubahan akibat belajar akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu, tidak akan menghilang lagi. Kemampuan yang telah di peroleh, menjadi milik pribadi yang tidak akan pupus begitu saja. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar, maksudnya apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang diperoleh melalui belajar.

Dapat dikatakan juga bahwa belajar menghasilkan perubahan yang meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti pemahaman dan sikap, serta mencakup hal-hal yang bersifat eksternal seperti keterampilan motorik dan berbicara dalam bahasa asing. Yang bersifat internal tidak dapat langsung diamati, sebaliknya yang bersifat eksternal dapat diamati. Dengan kata lain orang yang belajar akan mengalami perubahan kearah yang positif, baik itu dalam kemampuan di bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.

Selasa, 18 Agustus 2009

Review Film: Merah Putih


Tahun 1947. Ketika agresi militer Belanda di wilayah Jawa Tengah, lima orang pemuda, dari suku berbeda di Tanah Air, dengan gagah berani menyatakan tekadnya untuk bertempur ke medan perang. Mereka pun memutuskan untuk mendaftarkan diri ke sekolah tentara rakyat di Jawa.

Amir (Lukman Sardi), Marius (Darius Sinarthya), Tomas (Doni Alamsyah), Soerono (Zumi Zola) dan Dayan (Teuku Rifnu Wikana), mereka datang dari latar belakang yang beragam. Namun, keinginan mereka sama: Mengusir kaum penjajah dari bumi pertiwi!

Kisah bergulir ketika kampung halaman Tomas di Manado, Sulawesi Utara, dibombardir pasukan Belanda. Tomas berduka. Tak satu pun keluarganya yang tersisa. Dendam pun berkecamuk di dada Tomas. Luka inilah yang menggiring Tomas memutuskan ke Jawa untuk bergabung menjadi tentara rakyat.

Lain Tomas, lain pula Amir. Ia seorang guru sebuah sekolah Islam di Jawa Tengah, yang berprilaku halus. Rasa nasionalismenya terpanggil ketika aksi Belanda kian menjadi. Pengabdiannya kepada Tanah Air didahulukannya, padahal sang istri, Melati (Astri Nurdin), tengah berbadan dua. Awalnya, Melati tak menyetujuinya. Namun, keinginan kuat Amir tak bisa dibendungnya. Niat Melati untuk mengabarkan soal kandungan pun terpaksa diurungkannya.

Tomas dan Amir akhirnya bergabung dengan tentara rakyat. Di sana, mereka juga bertemu kawan-kawan baru dengan latar belakang yang berbeda-beda. Ada Dayan, seorang Hindu asal Bali yang tangkas dengan keahliannya menggunakan pisau, namun tertutup soal masa lalunya di gang-gang kelam di Bali; Marius, anak seorang priyayi yang angkuh, tapi pengecut. Keinginannya bergabung dengan tentara rakyat lebih karena bentuk pembangkangannya terhadap sang ayah.

Satu lagi, Soerono. Dia sahabat Marius, anak pedagang kaya di Jawa, yang mencoba menyembunyikan rasa malu dari rahasia kelam yang dialaminya bersama kakak perempuannya, Senja (Rahayu Sarawati).

Berbagai perbedaan latar budaya, suku, kelas sosial, sampai agama inilah yang kemudian menyulut gesekan dan perselisihan di antara mereka. Terlebih antara Tomas dan Marius. Acungan jempol, pantas diberikan kepada keduanya, terlebih Darius. Ia berhasil memainkan karakternya sebagai pria yang menyebalkan.

Sutradara Yadi Sugandi menghadirkannya gesekan itu, begitu kentara. Proses kebersamaan di sekolah tentara rakyat membuka wajah mereka masing-masing. Namun sebuah peristiwa tragis justru membuat mereka mengesampingkan ego mereka.

Pasukan Belanda menyerang kamp mereka dan membunuh semua teman-teman kadet seangkatannya. Tanpa pemimpin mereka terpaksa berjuang sebagai gerilyawan di hutan di Jawa Tengah untuk melawan pasukan pimpinan Jenderal Van Mook.

Skenario yang ditulis Conor Allyn dan Rob Allyn, menghadirkan intrik-intrik dan berbagai persoalan dibungkus dengan halus tanpa ada kata-kata atau adegan yang bersinggungan pada konflik horizontal. Tak hanya itu, bumbu percintaan yang kerap memberi aroma lain dalam sebuah cerita film, juga dihadirkan dengan cukup elegan.

Merah Putih, film yang merupakan produksi bersama PT Media Desa milik Hashim Djojohadikusumo dan Margareth House, merupakan proyek ambisius. Film ini menjadi film pertama dari trilogi Kemerdekaan. Disebut-sebut, pihak produser telah menyiapkan anggaran sebesar 6 juta dolar AS untuk ketiga film tersebut.

Sebuah angka yang bisa jadi ada benarnya. Mengingat, selain melibatkan sejumlah sineas terbaik Indonesia saat ini, Merah Putih juga melibatkan sejumlah ahli perfilman internasional berpengalaman di Hollywood. Sebut saja Adam Howarth yang pernah menjadi kordinator special effect untuk film Saving Private Ryan, Blackhawk Down. Ada juga kordinator pemeran pengganti Rocky McDonald, yang sukses di film Mission Impossible II dan The Quiet American.

Allyn juga melibatkan ahli persenjataan John Bowring yang ikut serta di film Crocodile Dundee II, The Matrix, The Thin Red Line, Australia dan X-Men Origins:Wolverine.

Nah, di jajaran sineas Indonesia, ada Yadi Sugandi, Director of Photography (DOP) dari beberapa film-film fenomenal seperti Kuldesak, Laskar Pelangi, dan juga The Photograph. Hanya saja, di film ini, ia dipercaya menjadi sutradara, dengan harapan bisa membawa sensibilitas orang Indonesia yang sesungguhnya sekaligus keindahan visual yang menggugah untuk menceritakan kisah ini.

Ada juga Iri Supit, yang pernah menggarap penataan artistik untuk Ca Bau Kan, Biola Tak Berdawai, Gie, dan Long Road to Heaven; Sastha Sunu, sebagai editor dan Thoersi Argeswara, penata musik, yang pernah menggarap musik untuk Kuldesak, Pasir Berbisik, Bendera, Gie, Nagabonar Jadi 2 dan terakhir Bukan Cinta Biasa.

Tak sekedar mengangkat film dengan tema nasionalisme, Bob Allyn, salah satu produser eksekutif, juga mengaku ingin memberikan tontonan yang berbeda dengan menghadirkan sentuhan special effects kelas dunia. "Kami ingin membuat film saga berlatar sejarah dengan sentuhan Hollywood, mengombinasikan bakat-bakat terbaik yang dimiliki perfilman Indonesia yang sedang mekar dengan special effects kelas dunia," ujar Allyn. (diambil dari KompasEntertaiment)

Kamis, 23 Juli 2009

Jangan Menyerah

D’Masiv – Jangan Menyerah

tak ada manusia
yang terlahir sempurna
jangan kau sesali
segala yang telah terjadi

kita pasti pernah
dapatkan cobaan yang berat
seakan hidup ini
tak ada artinya lagi

reff1:
syukuri apa yang ada
hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini
melakukan yang terbaik

tak ada manusia
yang terlahir sempurna
jangan kau sesali
segala yang telah terjadi

repeat reff1

reff2:
Tuhan pasti kan menunjukkan
kebesaran dan kuasanya
bagi hambanya yang sabar
dan tak kenal putus asa

repeat reff1
repeat reff2

http://liriklaguindonesia.net/d/dmasiv/dmasiv-jangan-menyerah/">Lirik lagu D’Masiv – Jangan Menyerah ini dipersembahkan oleh LirikLaguIndonesia.Net. Kunjungi DownloadLaguIndonesia.Net untuk http://downloadlaguindonesia.net/downloadmp3terbaru/">download MP3 D’Masiv – Jangan Menyerah.


Kamis, 05 Februari 2009

Piknik bersama istri


















Bingung mau nulis apa, ya udah masukin foto lagi jalan-jalan ma istri aja dech... :-D

Selasa, 06 Januari 2009

Kembali ke Jogja


Wah, akhirnya setelah lama gak liburan. Akhirnya saya bisa berlibur lagi. Dan tentunya liburan kali ini sangat berbeda dengan sebeleumnya karena ada “sang belahan jiwa” yang mendampingi.


Liburan kali ini gak usah terlalu mahal, cukup ringan aja. Kami pergi ke Yogya. Itu juga dengan dana seadanya, judulnua sich sekalian honeymoon, liburan, bertualang dan backpacker. Perjalanan yang sumpek terasa jadi amat menyenangkan karena sekarang ada teman sejati yang menemani.


Sebenarnya bagi saya dan istri, Yogya bukanlah tempat yang asing. Kami berdua dapat dikatakan “veteran” Yogya ketika menjadi relawan kemanusiaan pada bencana Yogya tahun 2006 tempo hari. Tapi sekarang Yogya yang kami kunjungi dalam keadaan rapih dan tentunya dengan tujuan yang khusus buat berlibur.


Yogya masih sama seperti sebelumnya, masih ramah dan tentunya menjadi kota yang menyenangkan. Tidak salah syair lagu yang dinyanyikan KLA Project tentang Yogya;


Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Ditelan deru kotamu ...


Syair yang selanjutnya gak usah diterusin kali ya… Pasti udah pada tau khan?