Rabu, 03 Desember 2008

AKHIR SEJARAH CINTA KITA


Suatu saat dalam sejarah cinta kita,
Kita tidur saling memunggungi,
Tapi jiwa berpeluk-peluk,
Senyum mendekap senyum.

Suatu saat dalam sejarah cinta kita,
Raga tak lagi saling membutuhkan,
Hanya jiwa kita sudah lekat menyatu,
Rindu mengelus rindu.

Suatu saat dalam sejarah cinta kita,
Kita hanya mengisi waktu dengan cerita,
Mengenang dan hanya itu,
Yang kita punya.

Suatu saat dalam sejarah cinta kita,
Kita mengenang masa depan kebersamaan,
Kemana cinta kan berakhir,
Disaat tak ada akhir.

(Anis Matta)

Jumat, 31 Oktober 2008

Persahabatan


Seperti biasa, saya selalu pulang kuliah malam, jalan sendiri. Kemarin, saya teringat ma sahabat2 lama yang udah lama gak ketemu. Kami besar bersama, nakal bersama, kenal cewek bersama, tawuran, dll. Sekarang kami jauh (semoga hatinya dekat), kami sudah punya jalan masing-masing, dan persahabatan kita tetap terjaga.


Beragam kejadian dan konflik juga pernah kami alami, tapi kemai tetap bersahabat. Jadi ingat ada lagu bagus ttg persahabatan di radio. Judulnya lucu; "Kepompong"

"Dulu kita sahabat
Dengan begitu hangat
Mengalahkan sinar mentari

Dulu kita sahabat
Berteman bagai ulat
Berharap jadi kupu-kupu

Bridge:
Kini kita berjalan berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karena sesuatu
Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karena ku sayang

Reff :
Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan
Persahabatan bagai kepompong"

Yup, semoga persabahatan kami tetap terjaga. (Alfa)

Selasa, 23 September 2008

OST. Laskar Pelangi

Wah, penasaran banget mu liat film-nya besok. Bukunya khan salah satu favorit saya. Apalagi kalo denger sountrack-nya yang dinyanyikan Nidji. So pasti ni film bakal keren banget. Simak dech syairnya;



mimpi adalah kunci
untuk kita menaklukkan dunia
telah hilang
tanpa lelah sampai engkau meraihnya


laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa
raih bintang di jiwa

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya…

cinta kepada
senyuman abadi
walau ini kadang tak adil
tapi cinta lengkapi kita

laskar pelangi
takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai
jutaan mimpi di bumi

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya…

Kamis, 28 Agustus 2008

Tahukah anda yang mana Gorilla?



Kebetulan sempaat maen2 ke bonbin Ragunan, khususnya ke Gorilla Smutser. Ada tempat berfoto yang unik. Hehehe...

Selasa, 01 Juli 2008

Puisi Cinta sang Fisikawan

semoga gak garing... ^_^

Archimedes dan Newton takkan mengerti
Medan magnet yang berinduksi di antara kita
Einstein dan Edison tak sanggup merumuskan E = mc2

Pertama kali bayanganmu jatuh tepat di fokus hatiku…
Nyata, tegak, dan diperbesar dengan kekuatan lensa maksimum
Bagai tetes minyak Millikan jatuh di ruang hampa

Cintaku lebih besar dari bilangan avogadro…
Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto saat aphelium
Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku

Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih
Bagai kopel gaya dengan kecepatan angular yang tak terbatas
Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi
Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh tetapan gaya
Energi kinetik cintaku = 1/2 mv2

Hukum kekekalan energi tak dapat menandingi kekekalan di antara kita
Lihat hukum cinta kita: Momen cintaku tegak lurus dengan momen cintamu
Menjadikan cinta kita sebagai titik ekuilibrium yang sempurna

Dengan inersia tak terhingga
Takkan tergoyahkan impuls atau momentum gaya
Inilah resultan momentum cinta kita

Senin, 16 Juni 2008

Pendidikan Untuk Zaman Yang Berubah

Waktu adalah variabel penting kehidupan. Persepsi kita tentang waktu mempengaruhi pola didik kita. Kita tidak mendidik anak-anak kita untuk hidup pada zaman yang telah kita lalui atau yang telah dilalui orang lain atau peradaban lain. Mereka memiliki zamannya sendiri. Pendidikan bertujuan menyiapkan mereka untuk menghadapi zaman mereka sendiri.

Anak-anak kita hidup pada sebuah zaman dimana pengetahuan berkembang pesat dan merubah sendi-sendi kehidupan kita secara fundamental dan sangat cepat. Durasi perubahan-perubahan besar dalam kehidupan kita berlangsung kilat, karena faktor-faktor perubahnya bekerja simultan dan cepat. Ini menimbulkan kegamangan dan disorientasi dalam dunia pendidikan.

Faktanya adalah kita tidak punya kendali atas zaman yang kelak akan dilalui anak-anak kita kelak. Kita tidak punya kendali atas perubahan-perubahan itu. Mungkin sekali kita bahkan sudah tidak ada ketika mereka mengalami perubahan-perubahan besar itu. Tapi adalah juga fakta bahwa semakin cepat dan sering suatu perubahan terjadi, semakin kita membutuhkan pegangan hidup yang bersifat permanen, yang tidak ikut berubah dalam perubahan-perubahan itu.

Jadi yang dibutuhkan anak-anak kita adalah pegangan permanen itu. Yaitu keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai agama. Agama mengajarkan mereka hakikat-hakikat besar dalam kehidupan mereka: tentang asal usul mereka, tentang tujuan hidup mereka, tentang nilai-nilai yang harus membimbing hidup mereka, tentang faktor-faktor permanen yang membentuk kualitas hidup mereka, yaitu penerimaan Allah, manfaat sosial dan pertumbuhan berkesinambungan.

Apabila mereka belajar tentang itu semua dengan benar, mereka tumbuh pada pusat kehidupan yang benar dan pasti. Tapi itu saja tidak cukup. Mereka juga membutuhkan beberapa keterampilan dasar yang diperlukan untuk bertahan dan bertumbuh pada semua situasi. Sebagiannya merupakan keterampilan intelektual, sebagiannya lagi merupakan keterampilan emosional, sebagiannya lagi merupakan keterampilan fisik.

Rabu, 11 Juni 2008

Menanam Bakau

Saya sempat menanam bakau ketika acara Education Inside 2008 tanggal 15 Mei 2008 kemarin. Syukurnya saya sempat mengabadikan diri saya ketika menanam bakau itu. Semoga satu bakau yang saya tanam dapat bermanfaat bagi lingkungan, amien...

Senin, 02 Juni 2008

Epul dari Garut

Ini adalah gambar saya dan sahabat saya Epul - nama lengkapnya Saepulloh (pake P bukan F lho...). Ia orang Garut asli. Ia pintar, baik hati, sederhana dan menyenangkan.

Dari Training ESQ


Demi matahari dan sinarnya di pagi hari
Demi bulan apabila mengiringi
Demi siang hari bila menampakkan diri
Demi malam apabila menutupi
Demi langit dan seluruh binaannya
Demi bumi dan semua yang ada di hamparannya
Demi jiwa dan semua penyempurnaannya
Allah mengilhami sukma kefasikan dan ketaqwaan
Beruntunglah mereka yang menyucikannya
Merugilah mereka yang mengotorinya

Snada; dari Surat Asy-Syams (91) ayat 1-10


Itulah kata-kata yang selalu terdengar selama mengikuti training ESQ 27-29 Mei kemarin. Indah dan penuh makna. Begitulah cara Allah berjanji. Namun sayangnya banyak makhluk-Nya, termasuk diriku ini yang menafikkan janji mulia itu. Aku bersyahadat tapi tak ada Allah di hatiku, aku sholat tapi tak ada niat dan keikhlasan dalam menjalaninya, hanya sekadar menggugurkan kewajiban dan takut dosa. Aku berikrar bahwa percaya dan cinta Rasulullah. Tapi tak pernah kuteladani akhlaknya. Sombong dan egois adalah topeng yang membelenggu diriku selama ini. Merasa hebat, pintar, baik, sholehah, dan segudang keangkuhan lain yang menutupi dan membutakan mata hati. Mencintai makhluk-Nya tapi melenakan Sang Pencipta.... Astaghfirullah.... Tapi Allah sangat baik, Dia masih memberi kesempatan bagiku untuk terbangun dari mimpi-mimpi semu selama ini. Memberiku kesempatan untuk memohon ampun, bertobat, dan memperbaiki diri.

Kawan, sahabatku, dan siapa pun kalian yang pernah mengenalku dan merasa tersakiti, dengan segenap kerendahan hati, aku memohon maaf kalian. Karena itulah salah satu jalan untuk makin mendekat pada-Nya.

"dan nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan?"

Kamis, 22 Mei 2008

Tak Ada Manusia yang Sempurna

Indahnya nikmat keimanan. Hati yang semula gelap menjadi terang. Bahaya dan penyakit di sekitar diri yang sebelumnya tertutupi, bisa terlihat jelas. Kian tampak mana yang baik, dan yang buruk. Dalam hal apa pun. Termasuk, dalam pergaulan dan persaudaraan Islam.

Saat ini tak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Selalu saja ada kekurangan. Boleh jadi ada yang bagus dalam rupa, tapi ada kekurangan dalam gaya bicara. Bagus dalam penguasaan ilmu, tapi tidak mampu menguasai emosi kalau ada singgungan. Kuat di satu sisi, tapi rentan di sudut yang lain.

Dari situlah seorang mukmin mesti cermat mengukur timbangan penilaian terhadap seseorang. Apa kekurangan dan kesalahannya. Kenapa bisa begitu. Dan seterusnya. Seperti apa pun orang yang sedang dinilai, keadilan tak boleh dilupakan. Walaupun terhadap orang yang tidak disukai. Yakinlah kalau di balik keburukan sifat seorang mukmin, pasti ada kebaikan di sisi yang lain. Tidak boleh main ‘pukul rata’: “Ah, orang seperti itu memang tidak pernah baik!”

Allah swt. meminta orang-orang beriman agar senantiasa bersikap adil. Firman-Nya dalam surah Al-Maidah ayat 8, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah; menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dari timbangan yang adil itulah, penilaian jadi proporsional. Tidak serta-merta mencap bahwa orang itu pasti salah. Mungkin, ada sebab yang membuat ia lalai, lengah, dan kehilangan kendali. Bahkan boleh jadi, jika pada posisi dan situasi yang sama, kita pun tidak lebih bagus dari orang yang kita nilai.

Ego manusia selalu mengatakan kalau ‘sayalah yang selalu baik. Dan yang lain buruk’. Dominasi ego seperti inilah yang kerap membuat timbangan penilaian jadi tidak adil. Kesalahan dan kekurangan orang lain begitu jelas, tapi kekurangan diri tak pernah terlihat. Padahal, kalau saja bukan karena anugerah Allah berupa tertutupnya aib diri, tentu orang lain pun akan secara jelas menemukan aib kita.

Sebelum memberi reaksi terhadap aib orang lain, lihatlah secara jernih seperti apa mutu diri sendiri. Lebih baikkah? Atau, jangan-jangan lebih buruk. Dari situlah ucapan syukur dan istighfar mengalir dari hati yang paling dalam. Syukur kalau diri ternyata lebih baik. Dan istighfar jika terlihat bahwa diri sendiri lebih buruk.

Tatap aib saudara mukmin lain dengan pandangan baik sangka. Mungkin ia terpaksa. Mungkin itulah pilihan buruk dari sekian yang terburuk. Mungkin langkah dia jauh lebih baik dari kita, jika berada pada situasi dan kondisi yang sama. (aal)

Kamis, 08 Mei 2008

Pulang ke Jakarta

Ketika pesawat mendarat kembali di Bandara Internasional Soekarno – Hatta Jakarta, saya merasa sangat gembira. Terbayang di depan pelupuk mata rumah tercinta, Mama, Papa dan adik2.

Pulang, itulah selalu kata yang membahagiakan bagi saya ketika habis bepergian terlebih setelah bepergian jauh sampai meninggalkan pulau Jawa. Senangnya melihat rumah dan anggota keluarga. Dan saya sangat mensyukuri kedatangan saya di Jakarta. I love Jakarta...

Senin, 28 April 2008

Monas di Malam Hari

Jarang-jarang saya lihat teman-teman saya yang punya FS atau blog itu berfoto dengan latar Monas. Padahal Monas adalah lambang nasional Indonesia, suatu kebanggaan bangsa. Maka terlintas ide untuk bisa berfoto di depan Monas dan di up load di Friendster dan blog saya. Saya ingin tunjukkan kepada dunia bahwa saya adalah nasionalis sejati, pencinta tanah air dan bangga pada monumen nasional milik bangsa ini.

Maka berangkatlah saya ke Monas, dan saya pilih malam hari agar tidak panas (lagi agak bermasalah dengan sinar UV) dan mendapatkan pemandangan yang berbeda. Lagian kalo datang di Monas siang hari sudah terlalu sering biasanya apalagi sambil demo atau lari pagi bersama sahabat-sahabat saya. Ternyata Monas di malam hari lebih menarik dibandingkan siang hari. Lampu yang menyala dengan bentuk yang khas mengingatkan kita pada arsitektur Eropa, jalan yang dibuat seolah-olah dari batu-batu itu mengingatkan kita pada jalan-jalan di taman Paris, dan kursi taman yang banyak lengkap dengan koridornya mengingatkan kita akan Central Park di New York. Tapi ini di Indonesia, tepatnya di Jakarta. Kekhasan Eropa tentunya tidak semua bisa dinikmati, masih ada pedagang asongan yang berkeliaran dan tentunya pengamen semakin melengkapi ketidaknyamanan Monas.

Saya tertarik dengan sepasang muda-mudi yang keliatannya mereka punya hubungan dekat. Kebetulan disamping mereka ada satu bangku taman lagi yang kosong dan saya berencana untuk duduk di bangku kosong tadi. Tapi ternyata pasangan tadi lalu buru-buru duduk menjauh dan berpisah bangku. Saya duduk di samping sang pemuda itu. Saya perhatikan pria itu dari ujung kaki sampai kepala. Dekil... itulah kesan pertama yang saya lihat. Rambutnya kusut, dan ia tampak sedang memikirkan sesuatu yang amat rumit. Sebentar-sebentar ia menggaruk rambut gondrongnya, lalu menghisap rokoknya dalam-dalam sambil menatap bintang di langit cerah. Jujur saja atmosfer saat itu mendadak tidak menyenangkan dan akhirnya saya memutuskan untuk pergi dari bangku itu, meninggalkan mereka berdua yang sedang menikmati masalah mereka.

Dan tentunya banyak lagi kisah yang bisa kita lihat dan cermati di Monas. Cobain aja sendiri dan rasakan sensasinya...

Selasa, 22 April 2008

Menjadi Pribadi To Do, To Have, atau To Be?


"Kegembiraan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai. Oleh karenanya, kita membagikan cinta bagi orang lain" (Victor Hugo)

Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju. Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.

Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.

Fase pertama, fase to do. Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan. Orang dibekap oleh kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini. Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.

Nah, kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.

Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, "Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis." Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?

Fase kedua, fase to have. Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Orang terobsesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati kehidupan. Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.

Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.
Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.

Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka.

Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua anaknya yang memburuk. "Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita tentang kesepian batin saya...," katanya.

Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.

Fase ketiga, fase to be. Pada fase ini, orang tidak hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik. Seorang dokter berkisah. Ia terobsesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mensyukuri dan memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa miskin.


Memaknai hidup

Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.

Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.

Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku Success to Significant mengatakan "Pertanyaan terpenting yang harus diajukan bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?"
Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa India.

Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih matang, lebih bermakna dan berkontribusi!


Sumber: Pribadi To Do, To Have, atau To Be? oleh Anthony Dio Martin

Senin, 21 April 2008

Kita Bisa Bahagia


Manusia bahagia bila ia bisa membuka mata
Untuk menyadari bahwa ia memiliki banyak hal yang berarti
Manusia bisa bahagia bila ia mau membuka mata hati
Untuk menyadari betapa ia dicintai
Manusia bisa bahagia, bila ia mau membuka diri
Agar orang lain dapat mencintainya dengan tulus

Manusia tidak bahagia karena tidak mau membuka hati
Berusaha meraih yang tidak dapat diraih
Memaksa untuk mendapatkan segala yang diinginkan
Tidak mau menerima dan menyadari apa yang ada

Manusia buta karena egois dan hanya memikirkan diri
Tidak sadar bahwa ia begitu dicintai
Tidak sadar bahwa saat ini apa yang ada adalah yang terbaik
Sering kali kita selalu berusaha memilih, dan tidak mau sadar karena serakah

Ada sahabat yang begitu mencintai namun tidak diindahkan
Karena memilih, menilai dan menghakimi sendiri
Memilih teman dan mencari-cari
Padahal di depan mata ada teman yang sejati

Kebahagiaan bersumber dari dalam diri sendiri
Jikalau berharap dari orang lain
Bersiaplah ditinggalkan, siaplah dikhianati
Kita akan bahagia bila bisa menerima diri apa adanya
Mencintai dan menghargai diri sendiri
Mau mencintai orang lain
Dan mau menerima orang lain

Percayalah kepada Tuhan dan bersyukur kepada-Nya
Bahwa kita selalu diberikan yang terbaik sesuai usaha kita
Tak perlu berkeras hati
Ia akan memberi di saat yang tepat apa yang kita butuhkan
Meskipun bukan hari ini, masih ada hari esok

Berusaha dan bahagialah karena kita dicintai begitu banyak orang



Jakarta, 5 Desember 2003 (puisi yang diberikan seorang sahabat ketika ulang tahun saya ke 23)

Jumat, 11 April 2008

Ditikam Waktuku


Ditikam waktuku,
diricuhi dengan teror tanpa mula.

Damaiku,
diporakporandakan dengan debutan debat.

Mata-mata tanpa jiwa,
kata-kata tanpa dosa.

Menodongku,
dengan jubah kritisnya.

Kalimat sapanya tak lagi indahkan etika,
seolah mengorek dan merebut tenangku.

Ditikam waktuku,
diricuhi dengan teror tanpa mula.

Mohon biarkan damai kunikmati.

Senin, 07 April 2008

Ajari Aku

Aku telah menabur benih cinta di ladang yang salah sehingga tumbuhnya begitu merana,
aku telah menabur benih cinta pada waktu yang salah sehingga buahnya menjadi racun,
aku telah menabur benih cinta dengan cara yang salah sehingga yang tumbuh hanya onak duri.

Ya Allah, ajari Aku,
untuk tahu dimana harus menabur benih cinta ini,
untuk tahu kapan harus menabur benih cinta ini...,
untuk tahu bagaimana menabur benih cinta ini....,
karena kadang.....,
aku melihat ladang, yang ternyata gurun,
aku menempatkan musim, yang ternyata jebakan,
aku menempuh cara, yang ternyata penuh bahaya,
aku tidak ingin lagi salah menabur....
Ya Allah, ajari aku menabur dengan benar...,
ajari aku untuk merawat sampai bertumbuh dan berbuah...,
ajari aku menyiram benih ini dengan air kesabaran,
ajari aku memupuk dengan kasih sayang,
ajari aku membasmi hama cemburu dan dengki,
ajari aku bertahan terhadap guncangan badai,

ajari aku, ya Allah...,
agar aku tidak terlambat melihat benih ini berbuah.

Selasa, 01 April 2008

Karena Cinta adalah Rasa Jiwa


Adalah fitrah manusia ingin disayangi pun menyayangi. Betapa merana ketika seseorang kehilangan fitrah itu. Adalah suatu keniscayaan ketika seseeoarang mencintai dan menyayangi, ada sebuah kekuatan dahsyat yang mendorong ia untuk selalu termotivasi. Jiwa yang terluka akan terobati, hati menjadi terasa lebih hidup, fisik yang tengah sakit pun akan terasa sehat, yang lemah menjadi kuat, terasa segar karena tersiram air kasih sayang yang menyejukkan di tengah hiruk pikuk kehidupan. Kesedihan berganti dengan kegembiraan, riang dan bahagia. Ada semangat hidup yang membara, semangat persaudaraan semakin kuat, semangat belajar, bekerja dan berkarya, begitupun dalam ibadah. Cinta adalah energi yang tiada tara, saat ia bisa mendorong ia pun dapat menjerumuskan dan menjatuhkan diri pada kenistaan dan kekecewaan bertubi-tubi, bahkan menyisakan penderitaan yang panjang, yakni saat cinta diserahkan bukan pada Sang Maha Pencinta…

Hilangnya cinta dan kasih sayang menyebabkan diri merasa tak berguna, karena untuk apa dan untuk siapa ia hidup serta dengan maksud apa ia berkarya?! Ia merasa terhina karena tidak terangkat kemuliaannya dengan cinta kasih ALLAH, merasa tertekan karenanya,sehingga amarahnya lah pelampiasannya, memusuhi dan mendendam terhadap orang lain. Ada benteng keegoisan dalam dirinya. Karena keegoisannya itu ia tak mampu mencintai dan tak mudah dicintai sepenuh hati. Ketika kasih sayang tak dirawat pun adalah salah satu penghancur kasih sayang itu sendiri, perlahan namun pasti. Dan ketidaksabaran ia terhadap kekurangan saudaranya menyebabkan ia sulit bersabar sehingga ia hanya akan membuat dirinya dan sahabatnya itu merasa tak nyaman.

Jika Anda termasuk orang yang tengah kehilangan kasih sayang, atau ingin menguatkan kasih sayang atau Anda ingin menjalin kasih sayang. Berikut adalah tips untuk mengautkan kasih sayang:
1. Yakin terhadap janji dan jaminan ALLAH,
2. Lihat dengan sudut pandang positif,
3. Cari 1001 alasan untuk melihat persamaan dan ber-khusnuzhon,
4. Katakan perasaan yang Anda rasa dalam hati,
5. Lemah lembut dalam berprilaku
6. Meminta maaf dan memaafkan
7. Saling menghargai dan menghadiahi,
8. Bersilaturahim dengan segala cara,
9. Mendoakan dalam keheningan (tanpa diketahui siapapun, kecuali ALLAH), dan yakinilah dalam hati.


Bismillahirrohmanirrohim…bahwa ALLAH maha Rohman dan Maha Rohim..


Karena cinta adalah ekspresi rasa dalam jiwa…peliharalah ia dengan keimanan..


Allohumma innaa nas-aluka hubbaka, wa hubba man yuhibbuka, wa ‘amalalladzii yuballighunaa hubbuk..amin. (aal)

Rabu, 26 Maret 2008

Selamat Jalan Sahabat...


Pagi tadi kami sekeluarga terbangun dengan tidak seperti biasanya. Ada gempa? Nggak kok… Ada badai? Nggak juga… Atau banjir mendadak? Kayaknya lagi gak musim banjir sekarang… So, ada apa? Sebuah pengumuman melalui speaker masjid dekat rumah mengumumkan sebuah berita duka yang mengumumkan bahwa sahabat kecil saya meninggal pagi ini. Kontan kami sekeluarga yang ruhnya belum kumpul semua karena masih ngantuk langsung bangun. Sugeng Mujiadi namanya, ia sakit selama beberapa hari hingga malaikat menjemputnya.

Sedikit mengenang tentang sahabat yang satu ini, dia teman kecil saya ketika kami masih SD dan SMP, kita ngaji bareng, main bersama, mengalami cinta monyet bersama, bahkan yang tidak saya lupakan adalah ia menginap di ruah saya pada malam hari dimana saya akan disunat (khitan) pagi harinya, begitu pun sebaliknya saya menginap di rumahnya ketika ia akan disunat pagi harinya. Sebagaimana kebanyakan anak kampung ketika itu masa kecil kami sebagai anak kampung kumuh Jakarta diisi dengan bermain layang-layang di atas genteng atau lapangan Pertamina, mencari keong sawah di tanah merah lahan Pertamina yang terbengkalai,bermain bola, berenang di empang, memancing, mencuri mangga, berkelahi dengan anak-anak di gang sebelah, bertengkar dan banyak lainnya.

Namun seiring perjalanan waktu maka persahabatan kami kian merenggang, jalan yang kami pilih berbeda. Waktu kami menginjak usia SMA kami memilih jalan yang berbeda, ia masuk STM dan saya masuk SMA. Kultur dan pergaulan yang berbeda antara SMA dan STM membuat kami akhirnya memilih karakter dan cara yang berbeda juga. Ia menjadi seorang anak yang suka tawuran, merokok, jadi anak band dan yang membuat saya sempat kaget adalah ia pernah terjebak narkoba dan seks. Tapi kami masih saling menghargai perbedaan kami dengan saling menyapa dan tidak usil dengan urusan kami masing-masing, kampiun masih saling berbincang dan berbagi cerita bila ada kesempatan.

Kini sosok itu terbujur di depan saya, sudah kaku, tiada lagi tawa dan canda cerianya. Tiada lagi banyolan khasnya dan keluh kesahnya saat bercerita dulu atau perdebatan kecil kami yang selalu mewarnai perjumpaan. Selamat jalan sahabat, semoga Allah menerimamu dan kita akan bertemu lagi nanti di alam yang lain.

Senin, 24 Maret 2008

Interlude


Di manakah semesta saat aku menatapmu?

hanya hujan yang menampar-nampar muka

tak ada tempat berpijak selain gemuruh

langit menjelma kaca kita yang retaklara cuaca


Namun kau harus pelangi, seperti katamu

muncul sewaktu-waktu

dan menyisakan warna birunya selalu

dalam kamus sunyiku

Selasa, 18 Maret 2008

Belajar Mencintai...


Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai,
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat,
Itulah kesempatan.

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik,
Itu bukan pilihan, itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan,
Itupun adalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut,
Bahkan dengan segala kekurangannya,
Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi,
Itu adalah pilihan.

Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain
Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu
Dan tetap memilih untuk mencintainya,
Itulah pilihan.

Perasaan cinta, simpatik, tertarik,
Datang bagai kesempatan pada kita.
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.

Berbicara tentang pasangan jiwa,
Ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
"Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil"

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada.
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang
Yang diciptakan hanya untukmu.

Tetapi tetap berpulang padamu
Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin
Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...

Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita,
Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita,
Adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari
seseorang yang sempurna untuk dicintai

TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna
dengan cara yang sempurna

Diskriminasi

Pernah ngerasa terdiskriminasi gak? Diskriminasi emang pastinya gak enak, ada sesuatu yang memberlakukan kita dengan berbeda dengan manusia lainnya. Diskriminasi besar bisa dilakukan kepada suatu rezim atau pemerintahan, diskriminasi menengah bisa dilakukan dalam satuan kecil lagi dalam masyarakat seperti di tingkatan provinsi bahkan sampai pada tingkatan keluarga. Namun ada lagi diskriminasi lain yang tampaknya sangat tidak kentara yaitu diskriminasi dalam hubungan perseorangan antar individu. Diskriminasi personal ini bisa terjadi dalam hubungan kerja (kantor), pertemanan dan persahabatan, dan beberapa bentuk interaksi lagi.

Kalo belum pernah ngalamin diskriminasi dalam bentuk besar seperti di Afrika Selatan dengan politik apartheid-nya dimana orang berkulit hitam mendapat perlakuan buruk dari penguasa yang berkulit putih. Tapi kita semua pasti pernah mengalami diskriminasi sosial dari seseorang. Dan rasanya, pasti gak enak... Kalo kita ngomong dicuekin, dipandang sebelah mata, kalo kita berbuat baik selalu dianggap salah, kalo kita berbuat baik dianggap cari muka, kalo kita nawarin sesuatu ditolak, dan lain sebagainya.

Saya sekarang sedang merasakan adanya bentuk diskriminasi sosial dalam hubungan keseharian. Ada seseorang yang tadinya dekat dengan saya sekarang menjauh dari saya dan kalo kata saya dia mendiskriminasikan saya dengan teman-teman yang lain seolah saya virus berbahaya yang harus dijauhi atau najis besar yang tidak boleh disentuh. Bayangkan, kalo saya nawarin permen atau kue pasti ditolak tapi kalo orang lain yang nawarin pasti diterima. Kalo orang lain disapa dengan ramah, kalo saya cukup diberi senyum ketus sudah baik. Pertanyaan saya; kenapa dengan saya..? Ada yang salahkah dengan saya? Apakah badan saya bau? Atau mulut saya yang bau? Atau ada kata-kata atau sikat saya yang pernah menyakitinya? Allahu’alam... hanya Allah yang tahu kenapa dia memberlakukan saya seperti itu? Saya berharap hubungan kami bisa normal lagi, seperti dulu. Atau minimal kalo tidak bisa seperti dulu lagi minimal jangan memberlakukan saya berbeda dengan teman-teman lainnya, saya manusia juga yang mempunyai hati nurani dan punya kadar sensitivitas. Masalah kenyamanan dalam interaksi ini harus segera dicarikan solusinya agar tidak mengganggu produktivitas. Tapi uniknya orang yang saya maksud ini kalo diajak bicara dan saya tanyakan adakah yang salah dengan saya dia selalu bilang gak ada apa-apa, saya tambah bingung. Apa yang salah dengan saya? Atau ada yang salah dengan dia? Saya jadi bingung....

Kamis, 13 Maret 2008

Terkadang...





Terkadang kuinginkan
yang hilang kan terulang

Terkadang kumau
yang pergi tuk kembali

Terkadang kuberharap
yang duka sirna selamanya

Terkadang kubercita
dalam hampa tanpa kerja

Terkadang kusesali
yang terjadi menimpa diri

Terkadang kuramaikan suasana
dengan canda tawa penghapus lara

Terkadang kusunyikan suasana
dalam kebersamaan dengan kesendirian

Terkadang kutergoda
dan terlena dalam tipu daya

Terkadang kutancapkan cita
agar berbunga namun tak kuasa

Senin, 10 Maret 2008

Mengamati Balita


Di rumah, anggota keluarga termuda adalah adik saya yang saat ini usianya hampir 24 tahun. Jadi dapat dipastikan d rumah sudah hampir tidak terdengar suara anak-anak lagi. Tapi terkadang (bakan hampir setiap hari) sepupu saya yang tinggal dekat rumah bermain ke rumah kami.

Mereka memiliki dua orang anak, yang pertama Raihan saat ini usianya hampir 6 tahun dan yang kedua Randy usianya sekitar setahun. Yang menarik adalah kedekatan kami dengan Raihan dan Randy, hampir setiap hari mereka main ke rumah kami dan saya melihat mereka sebagai halang menyenangkan bagi orang-orang di rumah. Kakak beradik itu seperti menjadi bagian dari keluarga, Mama – Papa sangat menyayangi mereka seperti cucu mereka sendiri (walaupun saat ini statusnya hanya cucu ponakan).

Adalah sangat menyenangkan bisa melihat mereka setiap hari. Tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak pada umumnya. Setiap hari selalu ada saja ulah dan hal baru yang mereka lakukan yang membuat mereka semakin besar dan dewasa. Dari mereka yang baru saja lahir, belajar minum ASI, mulai bisa berkata-kata, mengenali wajah dan suara orang-orang di sekitarnya, belajar berjalan, mulai pergi mengaji dan aktivitas lainnya.

Saya teringat perkataan Defrizal, salah seorang sahabat saya, “Sungguh setiap hari adalah terlalu berharga untuk dilewatkan, karena melihat anakku tumbuh setiap hari adalah kebahagiaan”. Memang melihat pertumbuhan seorang anak adalah sangat menyenangkan terlebih ia adalah anak kita sendiri. Semoga setiap hari akan selalu penuh kebahagiaan bersama mereka.

Cinta yang Dipilih

Akhirnya saya tergoda dengan maraknya maillist, buletin di FS, email dari teman dan berbagai hal lainnya yang menggambarkan banyak hal tentang film Ayat-ayat Cinta (A2C). Kamis, 6 Maret 2008 akhirnya saya menyempatkan diri untuk menonton film itu.

Sebelumnya, saya ingat ketika kuliah dulu waktu novel A2C ini muncul dan menjadi polemik di banyak teman-teman saya. Saya begitu acuh – bahkan terkesan tidak suka – dengan novel ini. Alasannya sederhana, karena banyak teman-teman wanita saya yang akhirnya terbawa akan fantasi pada kesempurnaan seorang pria yang bernama Fahri, jujur waktu itu saya kesal – mungkin cemburu – dengan tokoh itu, saya merasa dibanding-bandingkan dengan tokoh rekaan yang saya pikir hampir tidak mungkin ada orang sesempurna itu. Saya dulu sempat merasa bahwa membaca novel itu adalah pekerjaan yang mubazir, tidak produktif dan buang-buang waktu.

Tapi seiring berjalannya waktu, penilaian saya akan novel mulai berubah. Pengaruh lingkungan dan beberapa sahabat membuat saya mulai menyukai membaca novel. Beberapa novel yang dikatakan best seller atau menjadi rekomendasi selalu saya sempatkan buat membacanya akhir-akhir ini, sebutlah tetralogi Laskar Pelangi, Da Vinci Code dan lainnya. Tentunya saya mencoba menjadikan membaca novel ini tetap menjadi hal yang produktif dan bermanfaat.

Kembali ke A2C, ketika sebelum menontonnya saya sempatkan berkonsultasi dulu kepada sahabat saya yang memahami novelnya, tujuannya agar saya dapat menilai film itu dengan objektif dan tidak langsung mengatakannya baik atau mencelanya bila buruk. Dan hasilnya... saya memberikan nilai B untuk film ini. Saya menilai penokohan dalam film ini kurang mendalam. Para aktor dan aktrisnya yang “nanggung” untuk sebuah cerita besar yang menampilkan tokoh multi bangsa karena saya menilai beberapa tokoh dimainkan oleh aktor atau aktris yang kurang tepat, contohnya tokoh Noura yang diceritakan sebagai gadis Mesir diperankan oleh Zaskia yang berwajah sangat Melayu dan ada beberapa tokoh lainnya yang saya anggap kurang tepat. Lalu masalah nilai yang dibawa oleh film ini juga kurang mendalam, dimana tidak bisa menggambarkan secara utuh nilai-nilai cinta dalam Islam.

Namun terlepas dari kekurangan film ini ada beberapa hal yang dapat saya petik. Minimal ada tiga nilai yang dapat diambil yakni; sabar, ikhlas dan adil. Tapi ada hal yang saya pikir harus juga menjadi pelajaran terutama bagi kaum Adam, yakni jangan mempermainkan hati wanita dan harus memberikan kepastian pada wanita, kuatirnya nanti akan muncul rekayasa seperti yang dilakukan Noura pada Fahri. Jangan sampai kita mengalaminya ya...

Jum’at pagi, 7 Maret 2008, setelah nonton A2C malamnya

Jumat, 29 Februari 2008

Indahnya Kesendirian


Saya punya banyak teman, sahabat tidak banyak. Sahabat berasal dari berbagai macam orang dan tentunya beragam juga pemahamannya. Sahabat saya yang utama adalah teman-teman SMP saya, mereka adalah: Amril, Riza, Oki, Dullah dan Lukman, kadang-kadang ada Zul ataupun Wandi dalam gang kami ini. Dahulu kami sangat dekat dan kental sekali pertemanannya. Tapi seiring berjalannya waktu dan kedewasaan kami menjadi jarang bertemu. Saya mengatakannya sebagai konsekuensi kedewasaan, so aling-aling kita ketemu haya setahun sekali saat hari raya. Mereka semua sudah menikah kecuali Oki. Maka tak heran jika saya dan Oki yang merasa sama-sama jomblo menjadi dekat. Ya... karena perasaan senasib mungkin. Walaupun saya dan Oki dekat tapi kami jarang bersama, paling-paling cuma akhir pekan saja kami bertemu.

Tapi disaat hari kerja dan hari-hari biasanya saya selalu sendiri. Berangkat kantor sendiri, pulang kantor juga, belanja (shoping) sendirian, ke toko buku sendirian, kalau pun mau hang out sepulang kantor pun sendiri. Tapi saya menikmati kesendirian saya, maka beragam perangkat untuk menghibur diri saya siapkan dari mp3 player yang menemani disaat sepi, permen karet yang siap dikunyah kapanpun, game di hape yang memecah kebete-an serta beragam equipment lainnya seperti laptop dan perangkatnya, mau bagaimana lagi... inilah resikonya jadi jomblo. Namun kesepian itu sama sekali tidak mempengaruhi produktivitas saya.

Tapi pernah selama beberapa waktu saya memiliki teman yang menemani untuk hang out, jalan-jalan, belanja, beli dvd bajakan, makan malam dan beragam aktivitas menyenangkan lainnya. Entah apa yang membuat kita menjadi dekat, mungkin karena sama-sama merasa kesepian, atau berusaha menyesuaikan diri dengan gaya hidup Jakarta yang konsumtif dan “aneh” ini. Saya menjalani persahabatan ini dengan baik, sebagai teman – hanya teman. Kalaupun kita dekat tapi sekali lagi ditegaskan bahwa kami hanya teman, tidak lebih. Saya pun tidak mau melibatkan perasaan yang lebih kompleks untuk hal yang satu ini, prinsipnya: saya senang kamu pun senang - tidak lebih.

Saat ini saya kembali dengan kesendirian saya, tidak ada lagi sahabat yang kemarin-kemarin menemani saya untuk jalan-jalan, makan malam dan aktivitas lainnya. Sahabat yang menemani saya disaat kesendiarian telah memilih jalannya sendiri. Sejujurnya saya merasa kehilangan, karena jujur harus diakui bahwa ada teman lebih baik dan menyenangkan dibandingkan sendiri. Tapi mau bagaimana lagi? Sahabat saya yang satu ini sekarang lebih memilih untuk juga kembali kepada kesendiriannya. Ini pilihannya dan saya harus menghormatinya. Maka kembalilah saya dengan gaya hidup saya yang dulu, ke kantor, pulang kantor, belanja, hang out, nonton dan lainnya sendiri. Memang kesendirian tidak terlalu menyenangkan tapi tetap harus dicoba untuk dinikmati... Bukankah begitu?

Selasa, 26 Februari 2008

Kejelasan Alasan


Berat rasanya ketika seorang yang selama ini dekat dengan kita tiba-tiba menjauh. Ya, menjauh untuk alasan yang menurutnya lebih baik. Saya juga yakin ia punya alasan yang tepat mengapa ia melakukannya. Namun, logikanya adalah ALASAN HARUS JELAS dan SETIAP ALASAN PASTI ADA YANG MELATARBELAKANGINYA.

Saya mencoba mencari tahu ada apa dibalik alasannya menjauh dari saya. Apakah ada sikap saya yang salah? Atau perkataan saya? Atau dia terpengaruh oleh perkataan (olok-olok) lingkungan? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Sekali lagi saya tegaskan, alasan itu harus jelas.

Setiap kita pasti punya pengalaman spiritual dimana membuat kita seolah tersadar dan mengenang perjalanan kita selama ini sehingga membuat kita berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Biasanya pengalaman seperti ini terjadi ketika kita sakit, atau mengalami kecelakaan atau sedang bermimpi. Saya pun pernah mengalami pengalaman seperti ini ketika saya hampir mati dan melihat tubuh saya sendiri, saya seperti terbang dan menyaksikan bagaimana tubuh saya dipapah beramai-ramai oleh orang ketika saya mengalami kecelakaan. Pengalaman itu tidak terlupakan dan membuat saya menyadari beberapa hal- tidak banyak yang bisa saya sadari ketika itu. Namun penyadaran secara spiritual ini seharusnya membawa perubahan secara seimbang pada manusia. Biasanya ia akan menjadi alim, namun alim yang bagaimana? Tentunya alim yang benar-benar baik idealnya, dimana terdapat keseimbangan antara hubungannya secara vertikal dengan Tuhan dan hubungannya secara horizontal dengan manusia. Hubungan horizontal ini mencakup banyak aspek kehidupan,entah saat kita berada di tempat kerja, berada di rumah, lingkungan rumah dan tentunya menjaga persahabatan dengan orang-orang di sekitar kita.

Kembali kepada seseorang yang satu ini, saya tidak tahu pasti apakah dia mendapat hidayah atau sesuatu seperti itu tapi yang pasti ia berubah. Perubahannya terjadi juga pada tataran sikap, saya merasa seperti diacuhkan dan keramahan yang biasanya muncul lalu tiba-tiba menghilang begitu saja. Padahal sebelumnya hampir setiap hari kami bertemu, berbincang dan menceritakan banyak hal. Sebaiknya perubahan ini juga diimbangi dengan persahabatan yang baik, yah... minimal saling menyapa dan mengucapkan salam (walau hanya basa-basi). Namun, manusia dapat berubah seiring bertambah tuanya usia dan semakin dewasanya diri. Saya mencoba memakluminya, semoga kita berdua bisa menjadi orang yang lebih baik...

Senin, 04 Februari 2008

Sesungguhnya Cinta itu (Tidak) Kontroversial


Ingatkah saat Anda dulu jatuh cinta? Atau mungkin saat ini Anda tengah mengalaminya? Itulah yang sedang terjadi pada salah seorang sahabat saya. Akhir-akhir ini tingkah lakunya berubah drastis. Ia jadi suka termenung dan matanya sering menerawang jauh. Jemari tangannya sibuk ketak-ketik di atas tombol telpon genggamnya, sambil sesekali tertawa renyah, berbalas pesan dengan pujaan hatinya. Di lain waktu dia uring-uringan, namun begitu mendengar nada panggil polyphonic dari alat komunikasi kecil andalannya itu, wajahnya seketika merona. Lagu-lagu romantis menjadi akrab di telinganya. Penampilannya pun kini rapi, sesuatu yang dulu luput dari perhatiannya. Bahkan menurutnya nuansa mimpi pun sekarang lebih berbunga-bunga. Baginya semuanya jadi tampak indah, warna-warni, dan wangi semerbak.
Lebih mencengangkan lagi, di apartemennya bertebaran buku-buku karya Kahlil Gibran, pujangga Libanon yang banyak menghasilkan masterpiece bertema cinta. Tak cuma menghayati, kini dia pun menjadi penyair yang mampu menggubah puisi cinta. Sesekali dilantunkannya bait-bait syair. "Cinta adalah kejujuran dan kepasrahan yang total. Cinta mengarus lembut, mesra, sangat dalam dan sekaligus intelek. Cinta ibarat mata air abadi yang senantiasa mengalirkan kesegaran bagi jiwa-jiwa dahaga."Saya tercenung melihat cintanya yang begitu mendalam. Namun, tak urung menyeruak juga sebersit kontradiksi yang mengusik lubuk hati. Sebagai manusia, wajar jika saya ingin merasakan totalitas mencintai dan dicintai seseorang seperti dia. Tapi bukankah kita diwajibkan untuk mencintai Allah lebih dari mencintai makhluk dan segala ciptaan-Nya?
Lantas apakah kita tidak boleh mencintai seseorang seperti sahabat saya itu? Bagaimana menyikapi cinta pada seseorang yang tumbuh dari lubuk hati? Apakah cinta itu adalah karunia sehingga boleh dinikmati dan disyukuri ataukah berupa godaan sehingga harus dibelenggu? Bagaimana sebenarnya Islam menuntun umatnya dalam mengapresiasi cinta? Tak mudah rasanya menemukan jawaban dari kontroversi cinta ini.Alhamdulillah, suatu hari ada pencerahan dari tausyiah dalam sebuah majelis taklim bulanan. Islam mengajarkan bahwa seluruh energi cinta manusia seyogyanya digiring mengarah pada Sang Khalik, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluk. Justru, cinta pada sesama makhluk dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165, "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.Jadi Allah SWT telah menyampaikan pesan gamblang mengenai perbedaan dan garis pemisah antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman melalui indikator perasaan cintanya. Orang yang beriman akan memberikan porsi, intensitas, dan kedalaman cintanya yang jauh lebih besar pada Allah. Sedangkan orang yang tidak beriman akan memberikannya justru kepada selain Allah, yaitu pada makhluk, harta, atau kekuasaan.Islam menyajikan pelajaran yang berharga tentang manajemen cinta; tentang bagaimana manusia seharusnya menyusun skala prioritas cintanya. Urutan tertinggi perasaan cinta adalah kepada Allah SWT, kemudian kepada Rasul-Nya (QS 33: 71). Cinta pada sesama makhluk diurutkan sesuai dengan firman-Nya (QS 4: 36), yaitu kedua orang ibu-bapa, karib-kerabat (yang mahram), anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sedangkan harta, tempat tinggal, dan kekuasaan juga mendapat porsi untuk dicintai pada tataran yang lebih rendah (QS 9: 24).
Perasaan cinta adalah abstrak. Namun perasaan cinta bisa diwujudkan sebagai perilaku yang tampak oleh mata. Di antara tanda-tanda cinta seseorang kepada Allah SWT adalah banyak bermunajat, sholat sunnah, membaca Al Qur’an dan berdzikir karena dia ingin selalu bercengkerama dan mencurahkan semua perasaan hanya kepada-Nya. Bila Sang Khaliq memanggilnya melalui suara adzan maka dia bersegera menuju ke tempat sholat agar bisa berjumpa dengan-Nya. Bahkan bila malam tiba, dia ikhlas bangun tidur untuk berduaan (ber-khalwat) dengan Rabb kekasihnya melalui shalat tahajjud. Betapa indahnya jalinan cinta itu!Tidak hanya itu. Apa yang difirmankan oleh Sang Khaliq senantiasa didengar, dibenarkan, tidak dibantah, dan ditaatinya. Kali ini saya baru mengerti mengapa iman itu diartikan sebagai mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh ayat-Nya dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa sehingga seseorang yang mencintai-Nya merasa sanggup berkorban dengan jiwa, raga, dan harta benda demi membela agama-Nya.
Totalitas rasa cinta kepada Allah SWT juga merasuk hingga sekujur roh dan tubuhnya. Dia selalu mengharapkan rahmat, ampunan, dan ridha-Nya pada setiap tindak-tanduk dan tutur katanya. Rasa takut atau cemas selalu timbul kalau-kalau Dia menjauhinya, bahkan hatinya merana tatkala membayangkan azab Rabb-nya akibat kealpaannya. Yang lebih dahsyat lagi, qalbunya selalu bergetar manakala mendengar nama-Nya disebut. Singkatnya, hatinya tenang bila selalu mengingat-Nya. Benar-benar sebuah cinta yang sempurna.Puji syukur ya Allah, saya menjadi lebih paham sekarang! Cinta memang anugerah yang terindah dari Maha Pencipta. Tapi banyak manusia keliru menafsirkan dan menggunakannya. Islam tidak menghendaki cinta dikekang, namun Islam juga tidak ingin cinta diumbar mengikuti hawa nafsu seperti kasus sahabat saya tadi.Jika saja dia mencintai Allah SWT melebihi rasa sayang pada kekasihnya. Bila saja pujaan hatinya itu adalah sosok mukmin yang diridhai oleh-Nya. Dan andai saja gelora cintanya itu diungkapkan dengan mengikuti syariat-Nya yaitu bersegera membentuk keluarga sakinah, mawaddah, penuh rahmah dan amanah... Ah, betapa bahagianya dia di dunia dan akhirat...
Alangkah indahnya Islam! Di dalamnya ada syariat yang mengatur bagaimana seharusnya manusia mengelola perasaan cintanya, sehingga menghasilkan cinta yang lebih dalam, lebih murni, dan lebih abadi. Cinta seperti ini diilustrasikan dalam sebuah syair karya Ibnu Hasym, seorang ulama sekaligus pujangga dan ahli hukum dari Andalusia Spanyol dalam bukunya Kalung Burung Merpati (Thauqul Hamamah), "Cinta itu bagaikan pohon, akarnya menghujam ke tanah dan pucuknya banyak buah.”

Rabu, 23 Januari 2008

Rutinitas untuk Kebaikan


Ada kalanya kita akan berpikir, entah ketika itu dalam perjalanan ke tempat kerja atau pulang kerja atau ketika kita sedang di rumah atau dimana pun itu tentang aktivitas yang kita kerjakan setiap hari. Ada yang aktivitas hariannya begitu menyenangkan bagi kita untuk dijalani, namun ada sebagian orang yang merasa terbebani dengan aktivitas harian kita. Perasaan menyenangkan ataupun merasa terbebani adi tidak dapat kita pungkiri ketika kita beraktivitas harian. Ada dari sebagian kita yang memiliki aktivitas harian yang dinamis, dipenuhi dengan perjalanan keluar, terkadang di kantor, rapat, bertemu klien ataupun orang baru, mempresentasikan sesuatu kepada orang lain, melobi seseorang, terjebak kemacetan Jakarta, kehujanan di jalan, makan siang dengan kolega atau banyak kegiatan lainnya. Namun ada sebagian kita yang terjebak dengan rutinitas harian yang amat statis, rutinitas di depan meja setiap hari, ataupun hanya mengangkat telepon, atau aktivitas yang hanya itu-itu saja dari hari ke hari.

Ada sebagian kita yang menyukai rutinitas, ada juga yang tidak menyukai rutinitas dan lebih menyukai mengerjakan hal-hal baru dan berbeda dari hari ke hari. Secara psikologis suka atau tidak suka dengan aktivitas tadi bisa dimaklumi. Tapi saat ini saya mengajak kita semua untuk coba merenungi apa yang melatar belakangi kita beraktivitas. Kita bekerja untuk apa? Ada yang akan menjawab untuk memenuhi kebutuhan, ada yang akan menjawab untuk pengembangan diri, ada yang akan menjawab untuk da’wah, ada yang menjawab untuk karir dan berbagai jawaban lainnya yang memungkinkan. Rasa menikmati atau tidak menikmati aktivitas akan tergantung dengan jawaan dari pertanyaan untuk apa kita bekerja tadi.

Hati juga perlu dipersiapkan dengan baik ketika kita beraktivitas dan mempersiapkannya untuk menerima aktivitas rutin kita dengan baik. Beragam pendekatan ruhiah bisa dilakukan dalam mempersiapkan hati agar optimal dalam aktivitas harian kita – bekerja. Misalnya dengan melakukan sholat Dhuha sebelum berangkat ke tempat beraktivitas sehingga kita akan merasa tenang dalam bekerja. Namun terlepas dari itu, semuanya kembali kepada keikhlasan kita dalam bekerja yang dilatarbelakangi oleh rasa cinta dan harapan kita akan kondisi yang lebih baik bagi kita, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Minggu, 20 Januari 2008

Sekarang Zamannya Mereka


Jadi teringat beberapa waktu yang lalu ketika saya berkunjung ke sebuah tempat yang dulu jadi markas saya aktu masih di kampus, yakni: BEM UNJ. Kadang kita merasa bahwa masa kita adalah yang terbaik. Hal itu yang kerap saya rasakan ketika melihat adik-adik kelas yang masih aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Sebutlah di BEM UNJ, walau LPJ kami ditolak tapi kami merasa kami tetap yang terhebat. Jujur, kami meresa bahwa kamilah yang terhebat. Dan masa ketika kami beraktivitas adalah masa terindah dan menjadi salah satu bagian yang tak terlupakan dalam hidup. Kami menjadi saudara seperjuangan yang terus Allah jaga ukhuwahnya sampai sekarang.


Contohnya hari ini, ketika saya datang ke BEM UNJ untuk berbincang mengenai Pilkada DKI saya melihat beberapa orang adik sedang mencoba membuat bunga yang rencananya akan dipakai buat aksi tentang kekerasan di IPDN. Saya melihat yang turun hanya adik-adik yang perempuan saja, sedangkan yang lelaki diam aja. Gak tau karena gak bisa atau kenapa, tapi dulu waktu saya masih di BEM semua pasti akan ikutan nimbrung membantu. Dan sambil iseng saya coba nimbrung bantu bikin bunga, lumayan walau Cuma dapat 3 tapi gak jelek-jelek banget.


Yah, tapi semua masa punya pahlawannya masing-masing. Masa kami telah berlalu dan sekarang adalah masa mereka. Mungkin saja karakter yang seperti merekalah yang saat ini relevan dan pas untuk pengondisian saat ini. Tapi saya termasuk tipe orang yang gak sepakat ketika alasan masa kini berbeda dengan dahulu membuat adik-adik gak mau sharing pengalaman dengan kami yang tua-tua (cie...). Kami punya pengalaman yang bisa kami bagi sebagai pembanding dan pertimbangan dalam melakukan pergerakan. Insya Allah kami akan selalu siap bila adik-adik kami memerlukan bantuan, nasihat atau apapun ini itu, tentunya dengan segala keterbatasan kami.

Malam hari, ketika siangnya seharian di BEM UNJ.

Jumat, 18 Januari 2008

Dunia Sophie

Apa yang menarik dari Sophie's World (Dunia Sophie)? Buat sebagian orang, novel filsafat itu menarik karena berhasil menyederhanakan pembahasan filsafat yang rumit ke dalam bahasa yang sederhana. Buat sebagian yang lain, Sophie's World, yang ditulis oleh Jostein Gaarder dan menjadi best seller di manca negara, menjadi menarik karena pengarangnya berhasil memainkan rasa penasaran pembaca.

Buat saya, yang mendapat buku itu di toko buku bekas di kampus saya, buku itu menarik karena dua alasan. Pertama, saya amat terkesan ketika Albert Knox menulis untuk Sophie, gadis berusia 14 tahun, "Banyak manusia yang hidup di dunia dengan cara yang sama anehnya dengan pesulap yang menarik seekor kelinci keluar dari topi yang kosong. Dalam kasus kelinci itu, kita tahu pesulap telah mengerjai kita. Yang ingin kita ketahui adalah bagaimana dia melakukannya. Berbeda dengan dunia kita. Kita tahu bahwa dunia bukanlah tipuan tangan sebab kita ada didalamnya; kita bagian dari dunia itu.

Sebenarnya, kitalah kelinci putih yang ditarik keluar dari topi. Bedanya, kelinci itu tak sadar bahwa itu bagian dari sebuah tipuan sulap. Tidak seperti kita, kita menyadari bahwa kita adalah bagian sesuatu yang misterius dan kita ingin tahu bagaimana itu semuanya berjalan." (Jostein Gaarder, Sophie's World, Phoenix House, London, 1991, hal. 13).

Rasa ingin tahu yang dilukiskan di atas membawa kita untuk menggunakan akal kita. Hanya saja, Gaarder secara cerdik menulis cerita Sophie's World itu dengan sejumlah daya imajinasi yang sama sekali tak masuk akal. Bagaimana tokoh kartun bisa hidup di depan Sophie, bagaimana dunia bisa berubah ketika ia minum salah satu cairan dan bagaimana Sophie dan gurunya, Albert Knox, bisa lenyap dan ganti memata-matai Hilde dan ayahnya. Tapi justru inilah alasan ketertarikan saya yang kedua.

Dunia Sophie merupakan perpaduan dunia rasional dan dunia irrasional sekaligus. Saya kembali teringat akan Dunia Sophie pada realita dunia kita. Ia seyogyanya bisa membawa kita menyadari, bahwa di tengah hidup kita yang kompetitif dan selalu berpacu dengan hal-hal rasional, ada sebuah ruang luas yang menyediakan tempat untuk dunia irrasional. Dunia Sophie mengajarkan kita bahwa hidup ini tidak melulu berdasarkan hitungan rasional. Bulan puasa menjadi momen kita untuk menghela nafas sejenak dan merenungi sikap kita yang selalu mendewakan rasionalitas.

Di atas saya sudah mengutip Dunia Sophie, lalu bagaimana dunia menurut Fariduddin Aththar? Sufi besar yang hidup pada abad ke-12 ini menulis, "Dunia ini ibarat tenda kafilah dengan dua pintu: engkau masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lainnya...Meskipun engkau seorang Iskandar Agung, dunia sementara ini kelak akan memberikan kain kafan bagi segenap keagunganmu..."

Aththar benar! Karena akal yang kita dewa-dewakan pun akan berujung pada sebuah kain kafan. (alfa)