Senin, 14 Desember 2015

Jadilah Pemenang



Oleh: K.H. Toto Tasmara (alm.)

Tak perlu berkeluh kesah bila matahari tersungkur menyambut kegelapan. Karena sebentar lagi, engkau akan lihat bintang gemintang bertebaran dan bulan purnama menghangatkan penghuni bumi.

Ketahuilah, kegagalan bukanlah akhir perjalanan. Kegagalan adalah berita langit yang memberikan pelajaran paling berharga untuk menapaki jalan menuju sukses.

Tak perlu takut bila terjatuh. Justru merintihlah penuh rasa getir bila engkau enggan berdiri untuk bangkit.
Ingatlah, Tersandung itu bukanlah jatuh!

Tak ada anak kecil berlari kencang kecuali mengalami jatuh bahkan terluka. Lihatlah dengan penuh haru, betapa pepohonan di lereng–lereng gunung menyambut hembusan angin dengan wajah semringah.

Karena mereka tahu, hanya pepohonan yang diterjang angin badailah yang akan tumbuh kuat mencengkeram tanah dengan akar-akarnya semakin kokoh. Layang-layang naik menjulang karena ia menentang angin, bukan mengikutinya. 

Kapal yang bagus bukan untuk ditonton atau ditambatkan di pelabuhan, tetapi karena kemampuannya berlayar menerjang samudera di badai topan.

Allah berbisik di setiap nurani manusia yang tabah: “Apakah kamu mengira, kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah siapa orang–orang yang bersungguh–sungguh di antaramu, dan belum nyata orang–orang yang sabar.“ (3: 142)

Setiap hari, muadzin selalu menyeru dan mengetuk hati nurani dengan seruan hayya 'alal falah, ayo menuju keberuntungan dan kemenangan.

Tapi, renungkan dengan hati yang paling tajam, ternyata seruan hayya ‘alal falah pastilah didahului dengan seruan hayya ‘alas shalah. Seakan–akan memberi isyarat tidaklah kemenangan akan diraih kecuali engkau bergerak, qiyam ruku dan sujud.

Meneteskan keringat, mengerahkan segala doa untuk merentangkan jembatan ikhtiar, agar setiap hari kita akan masuk dalam rombongan kaum beruntung, para pemenang, Al Muflihuun!

Generasi penerima amanah langit, bukanlah manusia kardus yang rapuh tertimpa hujan. Jiwa para pemuda yang berjiwa futuwwah (kstaria) adalah para pemberani untuk menghadapi tantangan. 

Karena hanya sang juara (the champ) yang siap menerima tantangan. Sedang para pecundang, tersingkir dari gelanggang dan dilupakan.

Di sini, di dalam dera dunia yang menderu debu, tidak ada tempat bagi manusia lemah yang terpuruk di balik selimut kemalasan. Di sini hanya ada tempat untuk mereka yang siap tarung menunjukkan taring dengan terang . 

Maka, bila mau sejenak bercermin dari para pemenang kehidupan, selalu akan kita jumpai jiwa yang tabah menempuh cita–cita.

Jiwa para pemenang selalu bersuka cita, berdendang riang menghadapi tantangan dan ujian. Jangan bersedih, jangan berkeluh kesah. Karena ratapan tak pernah membuat kehidupan berhenti (Ali Imran: 139). 

Ya, pada kamus para pemenang, tidak akan ditemukan kata menyerah apalagi berputus asa. Mereka punya motto, pemenang tak pernah menyerah dan orang yang menyerah tak pernah menang!

(Mengenang almarhum KH. Toto Tasmara)

Kamis, 03 Desember 2015

MENGAJARKAN NILAI TOLERANSI PADA ANAK USIA DINI*



Setiap manusia terlahir berbeda. Manusia lahir dengan kekhasan dan perbedaannya masing-masing. Perbedaan manusia bisa terjadi secara fisik, tempat lahir, dan karakter. Perbedaan-perbedaan tadi akhirnya menimbulkan adanya perbedaan pandangan dan pola berpikir yang terjadi dalam keseharian manusia dalam beraktivitas, baik itu di sisi sosial, budaya dan agama. Perbedaan yang terjadi tadi perlu disadari oleh manusia yang hidup agar mereka bisa bertoleransi dan hidup dengan rukun di masyarakat.

Secara etimologi, toleransi adalah istilah dalam konteks social, budaya dan agama yang berarti sikap perbuatan yang melarang adanya diskrimiasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas daam suatu masyarakat. Contohnya toleransi beragama menurut Perez Zagorin dalam bukunya How the Idea of Religious Toleration Came to the West mengatakan bahwa toleransi  adalah dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda. Namun dalam kenyataannya, toleransi bukan hanya terjadi dalam kehidupan beragama saja. Toleransi adalah kondisi saling memahami dan menghormati antara manusia yang satu dan yang lain untuk banyak hal. Bukan hanya yang bersifat keyakinan namun juga hal yang terkadang remeh, bahkan tak penting.

Dalam ranah pendidikan anak usia dini, toleransi muncul untuk hal yang lebih ringan dalam keseharian anak. Toleransi muncul dari hal yang berbau fisik, sikap, cara dan hal lainnya yang terkadang tidak terpikirkan oleh orang dewasa. Anak-anak di TK kami terkadang mempermasalahkan temannya yang berrambut keriting, merasa aneh ketika melihat temannya ada yang bersikap berbeda dari dirinya di kelas, mengadukan temannya yang ketika bermain terlalu berani, bahkan merasa risih melihat ada temannya yang dari hidungnya mengalir ingus. Beragam perbedaan tadi perlu disikapi dengan baik oleh guru agar dapat mengarahkan siswa supaya memahami bahwa setiap individu berbeda.

Kami mengajak anak-anak memahami toleransi dalam masyarakat melalui hal-hal kecil, rutin dan (bahkan terlihat) sepele yang dilakukan di sekolah, misalnya dengan mengajak mereka mengenal diri sendiri dan mendefinisikan diri mereka sendiri di depan kelas, sehingga mereka menyadari bahwa setiap individu terlahir berbeda. Untuk memperkenalkan anak-anak pada hal yang lebih substantif seperti perbedaan karakter pada individu, kami mengajak mereka bermain bersama, role play (bermain peran), bahkan membiasakan anak-anak untuk mengingatkan temannya jika ada yang melanggar aturan. Selain dengan kegiatan rutin, kami juga memasukan muatan toleransi dalam bagian tematik pembelajaran yang didalamnya kami mensisipkan pembangunan karakter di dalamnya.

Kami juga mendidik anak agar memahami adanya konsekuensi social yang dapat timbul ketika mereka tidak bisa menjalankan aturan-aturan dengan baik, misalnya ketika ada siswa yang tidak mau antri ketika mencuci tangan maka guru akan memisahkan anak tersebut ketika makan bersama. Toleransi merupakan bekal anak-anak agar bisa survive di dalam masyarakat ketika mereka dewasa nanti. Maka sejak usia dini, kita harus membiasakan toleransi kepada mereka agar mereka siap menghadapi beragam karakter dan pemikiran yang ada di masyarakat nanti ketika mereka menjadi pemimpin negeri ini.

*Artikel juara 1 pelatihan menulis artikel yang dilaksanakan harian Kompas