Jumat, 17 Oktober 2025

Pesantren, Media, dan Tantangan Zaman

Sebagai seorang Muslim Indonesia yang mencintai nilai-nilai keadaban dan kebangsaan, saya merasa perlu menyampaikan kegelisahan sekaligus harapan atas polemik yang baru-baru ini mencuat—yakni tayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang menyinggung kehidupan santri dan kiai di Pondok Pesantren Lirboyo.

Dalam tayangan tersebut, narasi yang menyebut santri “rela ngesot” untuk memberikan amplop kepada kiai dianggap merendahkan martabat pesantren dan menampilkan relasi santri-kiai secara tidak proporsional. Tak heran jika banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh agama, mengecam isi tayangan tersebut dan menyerukan evaluasi mendalam terhadap etika media.

Namun di balik kontroversi ini, saya justru melihat peluang untuk refleksi bersama. Bahwa pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam yang telah berjasa besar dalam mencerdaskan umat dan menjaga moral bangsa, juga perlu terus berbenah. Bukan dalam arti meninggalkan tradisi, tetapi menyegarkan cara pandang dan pendekatan agar lebih terbuka, partisipatif, dan relevan dengan tantangan zaman.

Kritik, jika disampaikan dengan cara yang santun dan membangun, bisa menjadi bahan muhasabah. Tapi media juga punya tanggung jawab moral untuk tidak menyederhanakan atau menstigmatisasi tradisi yang kompleks. Kita butuh narasi yang adil, bukan sensasional.

Saya percaya banyak pesantren hari ini yang sudah mulai membuka diri terhadap transformasi. Mereka mengintegrasikan literasi digital, kepemimpinan sosial, bahkan pendidikan kewargaan dalam kurikulum mereka. Ini adalah langkah penting agar pesantren tetap menjadi ruang tumbuhnya generasi yang beriman, berilmu, dan berdaya.

Mari kita jaga keteduhan ruang publik. Jangan sampai perbedaan persepsi justru memperlebar jurang. Media, pesantren, dan masyarakat luas harus saling menguatkan demi masa depan bangsa yang lebih cerdas dan beradab.


 

Tidak ada komentar: